Wednesday, December 18, 2019



Mungkinkah Alam Sudah Murka?

Sebuah pertanyaan yang selalu terniang, ketika melihat kondisi Alam saat ini. Di mana kondisi cuaca yang tidak menentu. Musim kemarau panjang tahun ini menyebabkan terjadi kekeringan di mana-mana. Namun setelah musim hujan tiba justru disertai angin kencang dengan puting beliungnya yang dengan mudah meluluhlantakkan sejumlah bangunan dan merobohkan pepohonan.
Belum lagi bencana Alam lainnya yang silih berganti yang terjadi di berbagai daerah di Negeri ini. Seperti banjir, longsor, gunung meletus, gempa bumi dan bencana alam lainnya yang kerap kali melanda negeri ini. Entah, itu semua bentuk ujian atau sebuah "azab" kepada Manusia yang telah membuat "kerusakan" di bumi ini.
Penulis hanya bisa merenung dan meresapi dari berbagai kejadian Alam yang melanda di belahan Bumi khususnya di Negeri tercinta ini.
Anehnya lagi, musim hujan yang terjadi di wilayah Sumenep saja saat ini, malah tidak merata, ada sebagian daerah yang hujan ada yang tidak, bahkan ada yang hanya kebagian awan tebal dan petirnya yang menggelegar. Itu pun setelah turun hujan pertama untuk hujan selanjutnya jaraknya lama bahkan hingga puluhan hari lamanya. Kondisi semacam ini membuat petani dihantui rasa waswas dan ketar-ketir, berhubung keberlangsungan hidupnya tergantung pada iklim untuk bisa bercocok tanam di setiap tahunnya.
Sebab bila kondisi hujan tidak normal bibit pertanian yang terlanjur ditanam tidak akan tumbuh berkembang dengan baik. Malah sebaliknya, akan mengering dan perlahan-lahan mati karena kekurangan pengairan.
Penulis seringkali dapat curhatan petani yang sudah lansia, menurutnya, kalau dulu disaat musim hujan tiba, maka semuanya merata sehingga petani dengan serentak bercocok tanam bersama-sama khususnya di wilayah Madura. Tetapi belakangan kondisi cuaca sudah tidak menentu. Bahkan di tahun ini, yang sudah memasuki pertengan Bulan Desember musim hujan masih terbilang belum normal, padahal kalau dulunya bulan Desember itu tanaman pertanian sudah tumbuh dan berkembang dengan sangat baik.
Bahkan seingat penulis, di saat masih kecil dulu, bila musim hujan sudah tiba, maka curah hujannya sangat tinggi bahkan bisa dibilang tiap hari sudah pasti terjadi hujan. Sehingga petani tidak khawatir lagi tanaman pertaniannya akan kekurangan pengairan. Termasuk bagi petani padi yang membutuhkan pengairan yang banyak. Tidak perlu bersusah payah membawa mesin pompa air untuk melakukan pengairan. Karena sawahnya sudah tergenang air hujan, sehingga petani tinggal mengolahnya dan menanam bibit padi tersebut.
Semoga saja petani tahun ini tidak putus asa dan patah semangat. Siapa tahu besok atau kapan kondisi cuaca masih bersahabat dengan petani. Mari perbanyak berdoa kepada ALLAH SWT. Semoga diberikan hujan yang berkah dan menjadikan petani meraih kesuksesan dengan hasil penen yang melimpah di musim hujan tahun ini. Semoga!

Thursday, December 12, 2019



Petani Mulai Krisis Generasi

(Catatan, Keluh Kesah Anak Petani)

Sebuah rutinitas tahunan, setiap musim hujan tiba, petani mulai berbondong-bondong mengolah sawahnya untuk menanam jagung dan tanaman lainnya.
Hanya saja saat para petani yang bercocok tanam, usianya tidak muda lagi, kisaran 40 an ke atas.
Anehnya, meski petani punya anak jarang sekali terlihat mendampingi mengolah sawahnya. Hanya sang ibu yang setia menemani sambil menaburkan benih jagung ke goresan tanah yang dibajak secara tradisional menggunakan tenaga hewan ternak sapi.
Pengalaman saya dulu sekitar 10 tahun yang lalu bapak saya seringkali mengajak ke sawah meski hanya sekedar membawa sapi atau memikul bajaknya. Entah kalau sekarang belum saya lihat anak muda petani membantu memikul bajak dan membawa sapi ke tengah sawah.
Apalagi di jaman milenial ini, anak petani yang sudah mengenyam dunia pendidikan hingga sarjana lebih tertarik bekerja kantoran atau menjadi pengusaha bahkan juga ada yang memilih menjadi buruh. Sang orang tua pun tidak kuasa memaksa anaknya menjadi petani. Karena kebanyakan doanya sang bapak tani, yang sering saya dengar," Rokaroa engkok cong semalarat, tinah been ter tak enga'a engkok tak malarat ataneh". Dan benar adanya doa bapak tani tersebut terkabul sehingga banyak anak petani yang mulai tidak tertarik bertani.
Padahal petani merupakan penjaga gawang negeri ini, bisa dibayangkan kalau misalkan tidak ada yang mau bertani. Lalu apa yang mau dimakan semua penduduk di negeri ini.
Belum lagi lahan pertanian banyak beralih fungsi menjadi gedung bertingkat. Lihat saja di berbagai daerah perkembangan pembangunan di lahan produktif.
Petani jangan dipandang sepele sebelum menyesal nantinya. Perlu perhatian semua pihak termasuk pemegang kebijakan untuk keberlangsungan produktivitas pertanian. Perlu persiapan SDM yang lebih berkualitas dan moderen di bidang pertanian. Sehingga hasil pertanian juga menjanjikan tidak kalah dengan penghasilan dari penghasilan swasta maupun para pejabat di negeri yang kaya ini. Save petani.