Thursday, January 30, 2020

Sisi Lain sang Jurnalis





Mungkin tidak banyak orang tahu, seperti apa sih, sisi lain dari kehidupan seorang jurnalis. Kerna mungkin orang hanya melihat sepintas saja, bahwa seorang Jurnalis atau yang lebih akrab dikenal Wartawan adalah seseorang yang kerjaannya meliput berita. Memegang kamera atau handikem, atau menggunakan alat elektronik lainnya. Secara umum orang mengenali se-sederhana itu, tanpa secara jauh melihat secara utuh, bagaimana perjuangan seorang Wartawan itu untuk mendapatkan informasi yang layak dikonsumsi publik.

Padahal menjadi seorag Jurnalis itu sejatinya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sebab tantangannya sangat banyak. Apalagi di zaman yang serba medsos, banyak bertebaran berita bohong atau hoax, menjadi tantangan tersendiri bagi jurnalis untuk menangkalnya, di tengah merebaknya dunia maya yang sudah merajalela ini. Belum lagi resiko yang harus ditanggung. Seperti meliput sebuah peristiwa di medan yang kondisinya rawan dan lokasinya yang memang menantang, bahkan terkadang nyawa pun terpaksa harus menjadi taruhannya untuk dapat mengabadikan sebuah peristiwa aktual tersebut. Tarulah, peristiwa itu terjadi di kepulauan yang harus ditempuh dengan menaiki transportasi laut. Tanpa berfikir panjang, karena apalah daya sang jurnalis dituntut untuk memberanikan diri. Bertaruh berjibaku dengan ombak dan angin kencang untuk sampai ke lokasi yang dituju, demi mendapatkan gambar yang bagus dan informasi yang utuh untuk disajikan ke publik.

Tetapi, uniknya walaupun beragam resiko yang harus dilalui, semua itu bisa ditebus dengan berhasil mengabadikan momen di mana peristiwa berlangsung. Di tambah lagi suasana yang selalu dinamis, setiap saat harus berhadapan berbagai peristiwa di tempat yang berbeda dan bersinggungan dengan siapa saja. Itulah kelebihan profesi jurnalis yang membedakan dengan profesi lainnya yang tidak menoton. Selalu saja diselimuti situasi dan kondisi aktual di mana pun berada.

Bagi saya, kendati setiap hari mengitari trotoar dari pagi hingga sore hari, bahkan terkadang hingga larut malam karena ada peristiwa genting, tetap selalu berusaha dinikmati. Kerena di momen seperti itulah letak kebahagian sang jurnalis, mampu menyajikan informasi yang utuh ke publik berkat usaha yang keras yang telah banyak menguras tenaga dan pikiran. Apalagi setelah berita itu ditayangkan langsung mendapatkan respon yang positif yang diwujudkan dengan langkah-langkah nyata oleh pihak terkait. Maka kebahagian sang jurnalis memuncak, sebab berkat perjuangan yang melelahkan mampu menuntaskan persoalan yang menyangkut orang banyak dan kepentingan masyarakat.

Sungguh sangat naif, bila terkadang kreatifitas sang jurnalis malah dipandang sebelah mata. Padahal substansinya jurnalis bekerja untuk bangsa dan negara meski tidak digaji oleh negara, melainkan digaji oleh perusahaan medianya masing-masing.

Mestinya berterima kasih lah pada jurnalis yang telah ikut serta menyukseskan pembangunan melalui pemberitaan, utamanya yang menyangkut kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan kepentingan rakyat. Sungguh pekerjaan yang sangat mulya tanpa harus mengharap apresiasi dari siapapun, tetapi berkat kontribusinya melalui pemberitaan, roda pemerintahan mampu berjalan dengan baik dan lancar sehingga rakyat bisa merasakan langsung kebijakan yang dihasilkan oleh pemegang kebijakan tersebut. Wallahu'alam Bissoweb.

Penulis pecinta kopi hitam, (30/01/2020).

Saturday, January 25, 2020

Kerajaan Baru, Berhalusinasi Membangun Kekuasaan dalam Mimpi




( Sebuah Catatan, Menggugah Nalar Sehat Anak Negeri)


Entah, ada apa dengan negeri ini, di tengah kemelut persoalan Natuna yang tengah menyita energi para petinggi dan pemangku kebijakan, tiba-tiba bermunculan kerajaan baru yang membuat geger negeri ini. "Bagaimana tidak mau geger, wong, kemunculannya tidak tanggung-tanggung, mereka mengklaim telah mengusai dunia sejagat ini," celoteh salah satu teman saya, seraya tertawa lebar saat nongkrong di sebuah warung kopi di sekitar Kota Sumenep.

Diskusi pun terus berlanjut menyikapi berbagai peristiwa nasional yang berkembang belakangan ini. Di mana setumpuk persoalan di dalam negeri yang masih carut-marut, muncul lagi persoalan baru yang bisa dibilang "lelucon" dan aneh-aneh. Terlepas ada misi tertentu dibalik itu semua. "Saya curiga, keanehan yang marak muncul belakangan ini, merupakan bentuk kekecewan klimaks sebagian rakyat Indonesia, sehingga mampu memporak-porandakan nalar sehatnya terpapar ke alam khayalan,"tuturnya.

Salah seorang politikus sekaligus spritualitas, Permadi pernah melontarkan pernyataannya di salah satu stasiun TV Swasta nasional, bahwa saat ini merupakan zaman edan. "Bagaimana tidak edan, wong ratusan Gubernur, ribuan Bupati, menteri dan pejabat lainnya yang dibui gara-gara korupsi. Belum lagi persoalan lainnya yang melilit negeri ini. Sungguh begitu edannya zaman ini," paparnya.

Sehingga wajar kata dia, bila sebagian rakyat mendambakan negeri ini kembali kepada sistim kerajaan lagi. Dengan mendambakan kembali kepada ke masa kejayaan kerajaan Majapahit dan Kerajaan Pajajaran tempo dulu. "Dan tidak menutup kemungkinan hal semacam itu pada akhirnya bakal terwujud," katanya.

Penulis hanya bisa berharap, dengan beragam peristiwa yang mendera negeri ini, tidak mengkerdilkan semangat untuk terus berjuang agar negeri ini tetap bisa bersaing dengan negara maju di dunia ini, tanpa harus mundur kebelakang, apalagi sampai kembali ke sistim kereajaan. Semoga pola pikir yang seperti itu tidak akan pernah terjadi..Semoga!!! Wallahua'lam Bissoweb.

Penulis Pecinta Kopi Hitam.

Wednesday, January 22, 2020

Menyimak, Gonjang-ganjing Perpolitikan Jelang Pilbup Serentak 2020




Semakin mendekati momentum pesta demokrasi, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serentak 2020, beragam opini berseleweran di atas bumi Kota paling ujung timur pulau Madura ini.

Sejumlah figur mulai disanding-sandingkan, bahkan ada yang sampai melakukan polling terhadap para figur yang diyakini mampu meneruskan tampuk kepemimpinan di kabupaten yang berlatar belakang kerajaan ini.

Bahkan belakangan yang santer muncul di berbagai pemberitaan, terdapat sejumlah figur mulai dari background Kyai, Birokrat, Pengusaha dan Politisi berlomba-lomba "Merebut Rekom" Partai Islam yang perolehannya dominan pada pemilu serentak 17 April 2019 lalu.

Tontonan perpolitikan semacam itu, bukan hal yang baru, melainkan sebuah rutinitas yang kerapkali muncul di setiap momentum hajatan pesta demokrasi. Sebab kendaraan politik merupakan sebuah keharusan dalam menuntaskan sebuah perjuangannya untuk meraih sebuah kekuasaan.

Entah, dari sekian nama yang muncul ke permukaan itu, siapa yang akan betul-betul serius berkontestasi untuk merebut orang nomer satu di kota berlambang kuda terbang ini. Tetapi yang pasti, teka-teki tentang pencalonan itu, baru bisa terjawab setelah KPU setempat membuka pendaftaran Cabup-Cawabup 2020, sebab pada saat itu, para kontestan sekaligus dengan pasangannya otomatis diketahui, sebab akan mendaftarkan diri.

Penulis hanya berkeyakinan, siapapun yang berkontestasi nantinya, mereka adalah putra terbaik yang akan bersedia mengabdi pada bangsa dan negara ini. Utamanya demi kemajuan dan kemakmuran masyarakat Sumenep. Wallahua'lam Bissoweb.

Penulis, Pecinta Kopi Hitam.

Sunday, January 5, 2020

Pilkada dalam Bayang-Bayang "Cost Politics dan Money Politics"




Pilkada dalam Bayang-Bayang "Cost Politics dan Money Politics"


Cost Politik dan Money Politik, dua istilah yang tidak asing lagi di telinga, yang selalu hadir di setiap momentum pesta demokrasi. Bahkan dua istilah itu seolah menjadi cirikhas paten yang memang muncul khusus di momentum hajatan politik tersebut.

Entah, sejak kapan dan siapa yang mempelopori dua istilah itu. Karena seingat penulis sejak mengenal memontum "Pesta Demokrasi" sejak itu pula dua istilah itu juga terdengar dengan lantang di telinga. Kemudian dalam perkembangannya seiring perjalanan sang waktu dua istilah itu semakin santer dan beraneka ragam kemasan yang dibungkus dengan narasi yang terkesan lebih "Elegan" tetapi substansinya sama.

Bahkan, belakangan dari opini yang berkembang dua istilah itu, kehadirannya seolah semakin mengerikan. Dalam artian para kontestan yang hendak mewarnai pencaturan perebutan kekuasan, bila tidak mengikuti irama perkembangan kedua istilah itu, bisa dibilang hanya sebatas mewarnai tidak sungguh-sungguh menjadi kontestan yang sebenarnya.

Jadi, meski terdapat figur yang dinilai matang melalui proses pengkaderan yang panjang di internal parpolnya, serta dianggap mampu membawa perubahan saat diberi amanah ke arah yang lebih baik, tetapi tidak memiliki kekuatan dalam mengimbangi kedua istilah Cost Politik dan Money Politik sudah bisa dipastikan hanya tinggal harapan, karena pemenangnya sejatinya adalah kontestan yang memiliki kekuatan penuh, yang dimungkin melebihi dari dua istilah itu. Karena jauh-jauh sebelum menjadi kontestan sudah menyiapkan segala sesuatunya, baik dari segi sikap, mental, kendaraan, termasuk kesiapan amunisinya.


Oleh karena itu, ketika melihat realita hari ini, di mana mulai terjadi pergeseran nilai di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang dipaksa serba prakmatis, para kontestan dituntut tidak hanya cukup bermodalkan kapasitas dengan segudang pengalaman yang disandang. Melainkan perlu didukung dengan kesiapan finansial. Sebab bila tidak seperti itu, jangan sampai berharap mampu meraih kekuasaan yang diharapkan.

Penulis hanya bisa bertanya-tanya, sampai kapan istilah Cost Politik dan Money Politik akan lenyap dari bayang-bayang pesta demokrasi, yang hanya melahirkan pemimpin "Boneka" tidak independen karena dikendalikan segelintir orang saja. Lantas kapan, akan mampu melahirkan pemimpin yang betul-betul bersih serta pro rakyat secara totalitas yang tentunya murni dari kehendak rakyat tanpa harus dipengaruhi oleh siapapun. Wallahu'alam Bissoweb.

Celoteh, Pecinta Kopi Hitam
Bluto, Senin 06 Januari 2020.