Thursday, August 29, 2019

Bacakades Aeng Panas Serukan Pilkades Aman dan Kondusif



Sumenep: Berbeda dengan yang difkirkan banyak orang akan nuansa ketegangan mewarnai Pilkades Aeng Panas karena banyaknya calon, ternyata semua Bakal calon Kepala Desa Aeng Panas ramai ramai penuh persaudaraan hadiri penutupan masa penjaringan Bacakades Aeng Panas Kamis sore (29/08/2019). di balai desa.

Semua Bacakades berkometmen untuk menciptakan situasi Pilkades yang aman, damai, kondusif dan berintegritas. di akhir acara semua bakal calon secara bergantian berdoa untuk keselamatan pelaksanaan Pilkades dan kedamaian desa, mereka sejak awal bahkan duduk berdampingan tanpa jarak dan foto bareng dengan mengangkat tangan saling merangkul simbol persaudaraan.

Pj Kades Aeng Panas Ach Subairi Karim dalam sambutannya mengaku senang dengan suasana keakraban yang ditunjukkan calon.

" Banyak calon banyak pilihan, mari terus jaga semangat persatuan dalam perbedaan. Banyak calon adalah juga potensi mengurai dukungan tidak jatuh pada polarisasi perpecahan yg ekstrim", ujarnya mencoba menepis dugaan dugaan negatif dari banyaknya calon.

Pernyataan tersebut juga dikuatkan Ketua Panitia Imam Sutaji bahwa kita ingin menepis anggapan bahwa tak ada ketegangan disini, yang ada keseruan dan keakraban, katanya berurai senyum. Bahkan kabar ada calon dari luar sampai detik penutupan penjaringan tidak ada.

"Ternyata tak ada calon dari luar desa, kita tak kehabisan stok calon pemimpin hebat. Situasi keakraban antar calon ini mohon terus dijaga sampai hari pencoblosan", katanya disambut tepuk tangan.

Sementara Pimpinan BPD Suhari sebagai pengawas juga mengharapkan agar Bacakades terus membangun komunikasi dengan panitia setiap menjumpai berbagai peristiwa dalam seluruh tahapan.

"Jangan endapkan masalah atau peraturan yang tak difahami, komunikasikan dengan Panitia atau pengawas, kita semua ingin suasana kondusif", katanya mengakhir sambutan.

Akhirnya Ketua Panitia menutup masa akhir penjaringan dengan 7 (tujuh) orang bakal calon. Panitia masih akan menangguhkan proses berikutnya dengan terus berkoordinasi dengan pihak kecamatan dan kabupaten, karena menurut informasi calon yang lebih dari lima calon juga akan dilangsungkan uji kompetensi dari tim independen. (Zbr).

Wednesday, August 28, 2019

"Pa'-Lopa' ", Budaya Nenek Moyang dalam Mempererat Persaudaraan




"Pa'-Lopa'" ,Rokoknya Para Leluhur

Belum hilang dari ingatan saya, saat masih kecil dulu, di mana pada waktu itu almarhum Kakek saya masih hidup. Sering saya lihat ketika ada kerabat ataupun tamu yang datang, maka pertama kali yang dilakukan Kakek menyodorkan "Pa'-lopa' "sambil lalu berbincang-bincang dengan penuh kedamaian dan kegembiraan. Sambil melinting rokok atau lumrahnya dikenal "Mesyel" lalu datang sang Nenek menyodorkan kopi hitam hangat. Sontak kegembiraan mereka bertambah dengan kehadiran kopi hangat yang merupakan pasangan harmonis dengan tembakau asli atau Pa'-lopa' tersebut.

Menariknya, dari perbincangan mereka, mulai seputar pertanian, hewan ternak hingga cerita-cerita masa kecil mereka dahulu. Bahkan yang tidak kalah menariknya, saat mereka bercerita kejadian lucu-lucu dari orang-orang dahulu yang pernah mereka dengar. Sontak gelak- tawa pun pecah siiring semburan asap dari rokok Pa'-lopa' yang mereka hisap.

Tanpa terasa mereka berjam-jam duduk santai sambil berbincang-bincang banyak hal. Sehingga rasa persaudaraan di antara mereka tambah erat berkat pengaruh tembakau Pa'-lopa' yang menjadi alat komunikasi mereka. Bahkan tidak hanya itu, budaya gotong royong pun tetap terbangun, terbukti di akhir perbincangan mereka. Sang Kakek meminta bantuan untuk mengolah sawah untuk bercocok tanam, yaitu tanaman jagung miliknya. Seketika itu kerabat yang diajak ngobrol itu menyanggupi tanpa meminta bayaran ongkos membajak sawah Kakek. Mereka hanya cukup disuguhi makan dan kopi serta tembakau Pa'-lopa' yang dibawa ke lokasi sawah yang dibajak tersebut. Terlihat dengan penuh kedamaian di sela-sela istirahat mengoprasikan bajak sawah tradisional menggunakan sapi, mereka menikmati makanan, kopi hangat dan Pa'-lopa' di bawah pohon yang teduh di pinggir sawah. Sungguh luar biasa sebuah bangunan badaya nenek moyang dahulu, yang belakangan sudah nyaris tidak pernah ditemukan lagi di masyarakat pedesaan di zaman yang makin moderen ini.
Di mana budaya gotong royong mulai luntur. Tidak bisa dipertahankan lagi. Sebab saat ini tradisi gotong royong sudah berubah ke ukuran matari. Sekarang setiap mengolah sawah, ataupun memetik tembakau dan merajang semuanya harus diongkos. Sudah tidak ada lagi istilah gotong royong lagi. Padahal dulu saat saya masih kecil, mulai dari tanam bibit tembakau hingga panen sistimnya gotong royong giliran dengan petani lainnya. Entah kedepannya seperti apa karena kondisi zamanya terus berubah seiring perkembangan yang semakin pesat dan semakin moderen dengan semakin banyaknya alat pertanian yang semakin canggih. Wallahu'alam Bissoweb.

Penulis, pecinta kopi hitam.

Tuesday, August 20, 2019

Sumpah dan Janji Dewan, Sejatinya Amanah yang Dipertanggungjawabkan

Pengucapan Sumpah dan Janji Anggota DPRD Sumenep Masa Jabatan 2019-2024

Bersamaan dengan nuansa HUT RI ke 74, sebanyak 50 Anggota DPRD Sumenep masa jabatan 2019-2024 telah diambil Sumpah dan janjinya di Pendopo Kraton Sumenep, 21 Agustus 2019.

Dengan begitu, para wakil rakyat ini dengan segenap jiwa dan raganya sudah mengemban amanah untuk memperjuangkan nasib rakyat. Para wakil yang sudah dilantik ini otomatis berkewajiban mencarikan solusi berbagai persoalan yang akan dihadapi rakyat lima tahun kedepan.

Tidak ada alasan lagi bagi Dewan yang dipilih oleh rakyat, untuk tidak memperjuangkan nasib rakyat. Semua janji yang digambar-gemborkan sejak masa kampanye betul-betul harus dibuktikan. Jangan sampai mengecewakan, apalagi menghianati kepercayaan rakyat. Sebab "Suara Rakyat adalah Suara Tuhan" yang pertanggungjawabannya tidak hanya secara sosial tetapi yang paling merinding pertanggungjawaban kepada Tuhan.

Sepintas, jabatan itu terlihat seksi dan menggiurkan. Namun, dibalik itu sebuah tugas yang sangat berat. Bagaimana memikul amanah rakyat untuk diwujudkan semaksimal mungkin. Karena setiaap saat akan selalu ditagih sesuai dengan sumpah dan janjinya kepada rakyat. Semoga 50 orang yang akan duduk di parlemen ini, betul-betul sejalan dan selaras dengan kehendak rakyat. Selamat bertugas dan menjalankan amanah rakyat. Semoga Sumenep kedepan akan lebih baik, di bawah tangan wakil rakyat yang baru dilantik tersebut. Semoga!.

Penulis, pecinta kopi hitam.

Friday, August 16, 2019

Keranda

               Kendaraan Terakhir Manusia

Keranda, kendaraan ini meski jarang disebut, tetapi ini kendaraan paling berarti di akhir perjalanan hidup manusia. Bahkan kendaraan inilah yang mengantarkan ke tempat pembaringan terakhir manusia hingga hari kiamat. Inilah kendaraan yang diistilahkan,"Terbang tanpa sayap, berjalan tanpa kaki,".
Misteri Kendaraan ini, tanpa membedakan status sosial manusia. Karena semua orang mulai dari yang muda hingga dewasa tanpa terkecuali sudah pasti menaiki kendaraan ini.
Bila diresapi, alangkah bersyukurnya manusia diciptakan menjadi mahluk paling mulya dari mahluk lainnya, hingga ke tempat terakhir pun masih diantar menggunakan kendaraan "Keranda".
Semoga dengan meresapi kendaraan penuh misteri ini, dapat mengingatkan manusia, bahwa dunia bukan segalanya. Meminjam bahasanya Peterpen," Tak ada yang Abadi di dunia ini,". Karena keabadian yang sesungguhnya adalah di Akhirat.

Meratapi dari keranda ini, apa yang dimiliki di dunia tidak berarti. Karena yang akan dibawa hanyalah amal kebaiknya selama masih hidup di dunia. Semoga kita semua dimasukkan dalam golongan manusia yang Khusnul Khotimah di akhir hayatnya. Semoga!.

Penulis, pecinta kopi hitam.

Wednesday, August 14, 2019

Kemerdekaan Bukan Sekedar Euforia!


Seringkali dijumpai di berbagai tempat, beragam kegiatan momentum Hari Kemerdekan Republik Indonesia. Baik kegiatan yang bersifat perlombaan, maupun segudang kegiatan lainnya. Yang terkadang jauh dari substansi cita-cita kemerdekaan itu sendiri. Justru yang nampak hanya terkesan euforia tahunan. Mestinya HUT RI itu, dimaknai dengan kegiatan yang lebih membangun dan menyeluruh dengan mengedepankan nilai dan prestasi, utamanya yang menyangkut pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM).

Sebab, tantangan para generasi di zaman milenial ini sangat kompeleks, perlu pembekalan dan persiapan secara matang, untuk bisa bersaing dengan negara lain. Para generasi dituntut memiliki wawasan luas dan menyeluruh. Sehingga tidak mudah terperangkat oleh tipu muslihat negara yang sudah maju.

Yang salah satunya, bagaimana desain dari sejumlah kegiatan momentum kemerdakaan itu, lebih berkualitas yang berdampak pada aspek keilmuan maupun pengetahuan para generasi bangsa ini kedepan.

Sangat disayangkan bila generasi milenial ini, secara keilmuan dan pengetahuannya masih saja berkutat di skala lokal, tak uabahnya coppy paste dari generasi sebelumnya. Seharusnya generasi milenial sudah go international. Membuktikan capaian prestasi kepada dunia, bahwa generasi bangsa Indonesia juga mampu bersaing menjadi pelaku dari perkembangan pengetahuan itu sendiri.

Oleh karena itu, perlu membuang jauh-jauh budaya "Latah" menjadi pengagum dan penonton budaya luar, tanpa melihat potensi yang ada, di mana bila dikembangkan dengan sungguh-sunggug jauh lebih sempurna dari budaya luar yang sifatnya pragmatis belaka.

Bahkan, yang lebih menyedihkan lagi, bagi hemat penulis, di saat negara luar sudah bicara penemuan terbaru, di negeri ini masih sibuk mengurusi angka buta huruf, kemiskinan, kesenjangan sosial dan persoalan bagi-bagi kursi jabatan dan semacamnya. Justru dengan keterbelakangan itu, semakin dibuat ketergantungan oleh negara luar, dengan segala tampilan pengetahuannya. Masyarakat kita ini "Terkesan semakin dibodohi,". Berhubung SDM yang ada tidak mampu mengimbangi mereka. Sehingga harus pasrah pada nasib di bawah tekanan kapitalisme global.

Semoga di momentum HUT RI ke 74, bangsa ini jauh lebih peka, dalam memaknai Hari Kemerdekan. Tentunya dengan pola pikir yang jauh lebih maju dan lebih berkualitas lagi dalam membangun SDM yang siap bersaing dengan dunia international di masa-masa yang akan datang. Semoga!

Penulis, pecinta kopi hitam, tinggal di Bluto Sumenep, 14 Agustus 2019.

Saturday, August 10, 2019

Tradisi Potong Ayam Kampung, Sambut Lebaran Idul Kurban

Ayam Kampung Dipanggang

Beragam tradisi menyambut Lebaran Idul Adha, salah satunya tradisi potong ayam kampung untuk suguhan Jamaah Solat Ied.

Tradisi ini potong ayam kampung ini, biasa dilakukan oleh warga Desa Meddelen, Kecamatan Lenteng, Kabupaten Sumenep. Setiap warga di Desa ini, kompak potong ayam kampung. Namun dalam proses memasaknya juga berbeda. Ayam yang dicabuti bulunya itu, kemudian 'diopor' atau dipanggang sampai matang, sehingga mengeluarkan aroma yang berbeda dari cara memasak biasanya.

"Masakan ini nantinya di bawa ke langgar atau Masjid, untukn suguhan jemaah usai laksanakan solat IED," kata salah seorang warga, Nurhayati

Di samping itu, kata dia, masakan ini juga diantarkan ke sanak famili dan tetangga sekitar sebagai suguhan lebaran." Hal semacam biasa baik Idul kurban maupun Idul fitri," tandasnya.

Wednesday, August 7, 2019

Misteri, Jabatan Pemimpin Banyak Diburu tapi Marak Dibui



Bagi orang awam seperti Saya, hanya bisa bilang aneh, heran dan penuh misteri. Ketika melihat para pemimpin yang endingnya berakhir dibui. Padahal para pimimpin itu, sejauh pemahaman saya, merupakan putra terbaik di daerah yang bersangkutan. Karena kalau bukan putra terbaik rasanya mustahil dipilih oleh rakyatnya.

Entah, kalau dalam kacamata berbeda. Misalkan diteropong dari sudut politik atau persoalan lain. Terlepas dari itu, yang namanya pemimpin, saya tetap meyakini adalah putra terbaik.

Cuma, yang membuat saya selalu bertanya-tanya kenapa justru banyak pemimpin yang berakhir dibui? Yang rata-rata terjerat kasus korupsi. Setelah dipikir panjang pemimpin itu, kalau di pemerintahan sejatinya pelayan rakyat. Saya yakin pikiran dan tenaganya setiap saat terkait kebijakan untuk kepentingan rakyat. Tetapi mengapa masih terjerat hukum. Dan kasus korupsi lagi? Padahal mereka sudah jelas-jelas gajinya tidak kecil. Rasanya untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan keluarganya sudah lebih dari cukup, dibanding orang biasa yang juga memiliki tanggungan keluarga.

Apanya yang salah ya? Yang semestinya seorang pemimpin itu, dihormati, disegani, kharismatik, pokoknya full sempurna lah. Tetapi faktanya, semenjak berdirinya lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2002 silam di masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, (Sindo.news.com, 20/8/201/), hingga sekarang sudah berapa banyak para pemimpin yang dibui.

Bahkan, dilansir dari (tribunnews.com, 29/01/2019) disebutkan sejumlah pelaku korupsi di sektor politik yang ditangani KPK berjumlah 69 orang anggota DPR, 161 orang anggota DPRD, 107 orang kepala daerah.

Para politisi tersebut melakukan korupsi bersama-sama pihak swasta seperti pemegang izin perkebunan, kehutanan, izin mendirikan bangunan proyek-proyek besar, dan pelaksana proyek pengadaan di pusat dan daerah, serta pejabat level atas di birokrasi.

Jika semua ditotal, lebih dari 60 persen dari seluruh pelaku korupsi yang ditangani KPK merupakan korupsi politik atau dilakukan bersama-sama aktor politik.

Meskipun begitu, faktanya hingga saat ini jabatan pemimpin itu masih jadi rebutan paling seksi. Mulai dari tingkat Desa.(Pilkades) pemilihan Bupati, Gubernur dan pemilu Presiden
ternyata Masih banyak orang-orang yang merasa memiliki kemampuan dan kekuatan bertarung untuk merebut kekuasaan tersebut. Entah, niatannya betul-betul ingin mengabdi menjadi pelayan rakyat, atau sebaliknya untuk memperkaya diri yang endingnya dibui.

Padahal, kalau melihat kinerjanya KPK belakangan yang seringkali melakukan OTT di sejumlah tempat, seolah kasus korupsi di negeri ini akan habis. Namun, kenyataan berbicara lain. Terbukti sejak belasan tahun KPK berdiri hingga sekarang, kasus korupsi dipertontonkan nyaris tiap hari di televisi. Bahkan tak jarang pelaku yang disorot kamera senyum-senyum saja seolah tidak pernah merasa berdosa, dan terkadang masih mengelak tidak mengakui perbuatannya dengan menyewa pengacara handalnya. Sepintas saya selaku masyarakat awam dibuat bingung dengan persoalan korupsi itu sendiri.

Sampai kapan istilah korupsi itu akan leyap dari pandagan dan pendengaran kita? Lalu bila sejumlah institusi hukum sudah tidak mampu memberantas kasus yang merugikan uang negara itu. Lantas ke siapa lagi persoalan itu akan bisa beres ditangani. Biarlah rumput bergoyang yang menjawabnya. Semoga kedepan para pemimpin di tanah air, mulai dari tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi dan tingkat pusat. Betul-betul memiliki kometmen untuk mengabdi menjadi pelayan rakyat hingga berakhir dari jabatannya yang membahagiakan dan membanggakan. Sehingga sampai kapanpun akan selalu mendapatkan tempat di hati rakyatnya. Wallahu'alam Bissoweb.

Penulis, pecinta kopi hitam tinggal di bluto, 7 agustus 2019.

Tuesday, August 6, 2019

Selamat Jalan Mbah Moen, Sosok Penginspirasi dalam Pemersatu Bangsa


Mendengar kabar KH. Maimoen Zubair atau yang dikenal Mbah Moen telah tutup usia di usianya yang ke 90, pada Selasa 6 Agustus 2019. Hati ini sontak terkejut seolah tidak percaya, bahwa telah kehilangan sosok Ulama kharismatik di negeri ini yang telah dipanggil oleh yang Maha Kuasa.

Meski Saya belum pernah ketemu langsung, tetapi saya seringkali menonton ceramah-ceramah beliau di youtube. Saya sangat mengagumi beliau, sebab bila mendengar petuahnya sangat menyejukkan, bermakna dan kaya akan sejarah. Wawasan beliau tentang keislaman dan keindonesiaan sangat luas.
Beliau sangat gigih menanamkan rasa cintanya pada negeri ini. Bahkan beliau salah satu sosok menjadi ikon pemersatu bangsa yang sempat terbelah di momentum Pilpres, kemarin.
Bagi penulis, sosok beliau sangat menginspirasi, termasuk mengajari bagaimana cara merawat dan menjaga keutuhan NKRI. yang menarik seringkali beliau menjabarkan tentang keajaiban negeri ini. Bahkan, entah yang ke berapa kalinya, saya mendengarkan ulasan Mbah Moen, tentang keajaiban negeri ini, termasuk mengenai Hari Proklamasi Kemerdekan 17 Agustus 1945, dikaitkan dengan sejumlah peristiwa Nabi Muhammad SAW.

Sehingga beliau menyebutkan angka 17/8/1945 itu merupakan angka ajaib. Sebab kata beliau Rosulullah sendiri juga tidak bisa dipisahkan dari angka 17 tersebut. Seperti peristiwa turunnya Alquran atau yang dikenal Nuzulul quran yang juga jatuh pada 17 Ramadan yang bertepatan juga dengan bulan Agustus, bahkan kata beliau pindahnya Nur Muhammad SAW, ke Rahim Siti Aminah Ibu Kandung Rosulullah, juga bertepatan dengan 17 Agustus. Kemudian solat setiap hari yang jumlahnya juga 17 rokaat. Jadi, angka 17/8/1945 itu termasuk angka yang aneh. Dan yang lebih aneh lagi bagi penulis saat beliau wafat pada bulan Agustus juga, bulan yang seringkali beliau sebutkan dalam ceramah-ceramahnya. Untuk lebih jelasnya pembahasan beliau mengenai keajaiban negeri ini bisa ditonton ceramah beliau saat Haul Almarfurlah Gus Dur di youtube. Beliau sangat gambalang menjelaskan, termasuk menjelaskan filosofi mengenai Burung Garuda dimana sayap kanan dan kirinya masing-masimg berjumlah 17.

Jadi, menurut beliau Negeri Indonesia ini termasuk negeri yang paling aneh di dunia ini. Di samping ummat muslimnya terbilang terbesar di dunia, juga pluralis di tengah kehidupan yang beragam mulai dari sabang hingga merauke.

Mbah Moen adalah sosok panutan yang perlu diteladani oleh para generasi masa depan bangsa ini. Meski di usianya yang sudah sepuh, beliau tetap antusias keliling ke sejumlah daerah di negeri ini, dengan getol terus menanamkan nilai-nilai keislaman dan keindonesian yang tercermin dalam Ideologi Pancasila Sebagai Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Semoga perjuangan beliau mendapatkan balasan yang setimpal, sehingga ditempatkan di tempat yang layak di sisi Allah SWT, serta wafat dalam keadaan khusnul khotimah, Amin.

Penulis, pecinta kopi hitam, tinggal di bluto, 7 agustus 2019.

Monday, August 5, 2019

Luar Biasa, Siswa Ini Bersekolah Sambil Jualan Pentol Goreng




               Asmad Siswa Inspiratif

Sore itu, Saya iseng buka-buka facebook. Setelah seharian muter-muter mengitari Kota Sumenep. Sambil merebahkan tubuh untuk melepaskan lelah di Sekret KJS, Saya mengambil handphone lalu membuka facebook. Karena kalau di facebook itu setiap saat selalu ada saja info terbaru. Mulai yang lucu-lacu hingga kadang yang membangkitkan kemarahan karena tidak suka dengan postingan yang terkadang tidak masuk akal.
Namun, kali ini berbeda. Saat saya membuka facebook di beranda lalu muncul sebuah video yang diposting oleh akun "Kuliner Mantap". Dalam video itu, ternyata seorang siswa sambil menggendong tas dan bertopi seragam sekolah bersepeda yang ada rombongnya. Setelah diperhatikan siswa ini berjualan pentol goreng.

Kemudian ada seorang tentara menghampiri anak ini, kemudian bertanya namanya, alamat, sekolah hingga ke persoalan menjual pentol goreng itu. Anak ini terlihat polos. Dia mengaku bernama Asmad siswa kelas dua SMK 4 Tanggul. Entah itu di daerah mana karena dalam video itu tidak begitu rinci. Sambil ditanya dia melayani pembeli yang rata-rata masih anak-anak.

Dari percakapannya, anak ini mengaku setiap pergi ke sekolah sambil jualan pentol goreng,"Awalnya malu, tatapi karena guru saya sering bilang,'kalau anak pramuka tidak boleh malu' sehingga saya mngamalkan apa kata guru," ucapnya seraya tersenyum tulus dan polos.

Di saat lagi asik ngobrol dengan seorang tentara itu, tiba-tiba datang seorang kakek-kakek mengatakan, bahwa Asmad ini pernah bercerita kepada dirinya, bahwa dia merupakan tulang punggung keluarganya, dia hanya tinggal dengan ibunya. Sedangkan Bapaknya sudah berpisah kawin lagi, seraya memberikan penjelasan kepada tentara yang bertanya banyak hal karena penasaran kepada Asmad itu.

Asmad terlihat tertunduk malu sambil tersenyum mendengarkan pernyataan sang kakek tersebut. Kemudian sang tentara ini melanjutkan pertanyaannya, berapa perolehan perharinya Asmad menjual pentol. Asmad pun menjawab dengan polos, dengan modal Rp 75 ribu, dia memperoleh omset Rp 100 ribu hingga Rp 120 ribu perharinya, berjualan dari pagi hingga pukul 21.00 wib. Setelah berjualan dia tidak langsung pulang tetapi masih belanja untuk bahan ke esokan harinya dan seterusnya.

Kondisi semacam itu terus dia jalani tanpa merasa malu, meski terkadang diledekan oleh teman-temannya. Sementara Ibu nya beraktifitas menjadi pekerja pertanian.
Nah, yang berkesan di akhir pertanyaan sang tentara ini, saat menanyakan cita-cita Asmad kelak setelah lulus sekolah mau menjadi apa? sontak dengan jujur Asmad menjawab bahwa dari kecil memang bercita-cita ingin menjadi tentara. Mendengar pengakuan jujurnya itu, sang tentara merasa bangga dan sangat mendukung penuh. Asalkan harus diberengi dengan usaha keras dan dibarengi dengan doa. Lalu di akhir videonya itu sang tentara ini memborong pentolnya dan memberi uang sebanyak Rp 200 ribu rupiah. Terlihat ekspresi Asmad kaget seolah tidak percaya, sambil menciumi tangan sang tentara baik itu, seraya mengucapkan banyak terima kasih.

Melihat dari kisah Asmad ini, penulis tidak terasa menetekan air mata melihat kegigihan dan semangatnya berjualan sambil bersekolah. Di samping dia dituntut untuk berjuang melawan kebodohan dia juga harus dituntut untuk mandiri demi memenuhi kebutuhan hidup bersama sang Ibu tercintanya.

Semoga kisah sosok Asmad ini, menjadi inspirasi bagi siswa lainnya di negeri, menjadi anak yang membahagiakan dan membanggakan. Utamanya bagi orang tua. Semoga cita-cita Asmad inngin menjadi tentara akan terkabul. AMIN..

Teruslah berjuang menjadi generasi masa depan bangsa yang berkualitas..semoga.

Penulis, pecinta kopi hitam, tinggal di Bluto, 5 agustus 2019.

Friday, August 2, 2019

Ketika Harga "Daun Emas" Belum Merdeka!

     Petani merajang daun tembakau

Saat ini daun tembakau atau yang dikenal "Daun emas" sebagian mulai masuk panen dan dirajang. Petani mulai dihantui rasa ketar-ketir, sebab mereka khawatir harga tembakau tidak sesuai harapan. Mengingat biaya operasional selama kurang lebih tiga bulan lamanya sangat mahal. Mulai dari mengolah lahan, pembibitan, pupuk, pengairan dan ongkos pekerja hingga biaya panen.

Bahkan di Desa Saya, saat ini mulai ada sebagian yang sudah memanen dan merajangnya. Tembakau yang dirajang itu, masih daun bawahnya, biasanya ada dua atau tiga lembar daun yang dipetik, diambil duluan. Daripada menjadi 'krusuk' oleh petani dirajang duluan. Saat ini untuk harga daun bawah dipatok sekitar Rp 40 ribu hingga Rp 45 ribu rupiah.

Meski, gudang belum membuka pembelian, tetapi di tingkat petani para bandul sudah berspekulasi membeli tembakau. Hal itu sudah biasa terjadi setiapa musim panen tembakau.

Perlu diketahui, untuk di daerah saya, yang rata-rata tembakau jenisnya tegal gunung, karena daerahnya berada di dataran tinggi. Cara panennya hingga tiga kali tahapan. Tahapan pertama merajang daun bawah, tahapan selanjutnya merajang daun tengah, dan pemungkasnya merajang daun atas. Dan selama tiga kali tahapan itu, membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Sedangkan harganya juga berbeda, daun bawah paling murah, daun tengah lebih mahal lagi dan yang paling primadona, yaitu daun atas. Dan biasanya kalau daun atas menjadi sampel oleh pihak gudang maupun pabrikan.

Nah, dari sekian proses panjang daun emas itu, petani sangat berharap harga tembakau tahun ini tidak mengecewakan. Mengingat petani sejauh ini belum "merdeka" untuk menghargai tembakaunya sendiri. Karena masih tergantung pihak gudang maupun pabrikan.

Tetapi, menurut petani kalau harga tembakau tahun ini tidak tembus di harga Rp 100 ribu perkilo, maka petani masih menelan kerugian, karena kelau di bawah harga tidak sebanding dengan biaya selama tiga bulan lamanya.

Bayangkan, untuk biaya air sebagai pengairanya, masih harus membeli. Per tangki sekitar Rp 125 ribu rupiah. Biasanya petani sampai 4 hingga 5 kali membeli air ke pemilik jasa mobil tangki tersebut.

Lalu, kepada siapakah kira-kira petani akan berkeluh kesah mengenai harga tembakau. Berhubung pemerintah sejauh ini belum begitu "Memihak" kepada petani tembakau. Terbukti belum ada regulasi yang spesifik terkait pertanian tembakau.

Semoga seiring berjalannya waktu, petani tembakau pada akhirnya, akan menemukan solusi sendiri tanpa harus tergantung pada siapapun. Sesuai namanya "Daun emas" akan selalu menjadi tanaman primadona, yang akan selalu dicari sehingga pada akhirnya petani akan merdeka bisa menghargai sendiri. Sehingga terbalik, nantinya justru pihak gudang dan pabrikan yang akan mengemis-ngemis untuk membeli tembakau milik petani. Semoga!.

Penulis, pecinta kopi hitam, tinggal di bluto Sumenep.

Thursday, August 1, 2019

Kasihan, Melihat Nasib Pasar Ternak Ini

Pasar Ternak Terpadu Pakandangan Sangra Bluto

SUMENEP:Pasar ternak ini lokasinya tidak jauh dari rumah saya. Sekitar 800 meter ke selatan, tepatnya di Desa Pakandangan Sangra, Kecamatan Bluto. Setiap saat saya seringkali melintas di jalur ini.

Pasar ternak ini terbilang sangat luas, dan lokasinya strategis karena pas berada di pinggir jalan di jalur provinsi Sumenep-Surabaya. Entah, kenapa pasar ini belakangan " Kurang diminati" oleh pedagang ternak.

Menurut salah seorang warga setempat, pasar ini kurang diminati karena lokasinya sangat jauh dari Kota Sumenep. Utamanya bagi pedagang yang dari wilayah pantura. Yang sebelumnya berjualan di Pasar Bangkal, terpaksa harus mengeluarkan biaya lebih untuk bisa sampai ke pasar ini.
"Selain sepi, juga tidak ada pasar pendukungnya, sehingga susah pedagang ternak untuk berjualan di sini," paparnya.

Berdasarkan pantauan di lapangan, pedagang ternak malah tetap memilih berjualan di Pasar sekitar Kota Sumenep. Bahkan beberapa hari yang lalu, saya sempat liputan harga kambing naik jelang Idul Adha di lokasi itu. Padahal pasar ini di bangun pada 2016 lalu oleh pemerintah yang khusus untuk pasar ternak, sebab tertulis di papan nama 'Pasar Ternak Terpadu Desa Pakandangan Sangra Bluto' namun, hingga saat ini dibiarkan "Mangkrak" tidak difungsikan, (Baca:suarabaya.tribunnews.com, 6 maret 2019).

Entah, sampai kapan nasib pasar ternak ini dibiarkan "Mubazir" sebab Sampai detik ini, keberadaan Pasar Hewan Terpadu di Desa Pakandangan Sangra, Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep tekesan tidak difungsikan, padahal pembangunan pasar ini menelan dana kurang lebih Rp 2,3 miliar, (kumparan.com, 24 april 2019).

Belajar Memaknai Kemerdekaan dari Seorang Penjual Bendera

Fauzan, penjual bendera asal Kota Garut

SUMENEP:Siang itu, di bawah teriknya sinar Matahari, saya menyusuri jalanan trotoar di sekitar Kota Sumenep. Di sepanjang perjalanan, tepatnya di Jalan Trunojoyo, Saya melihat aneka ragam bendera merah putih berlambai-lambai, seraya menyapa sambil diterpa angin sejuk di tengah panasnya sinar Matahari.

Perlahan-lahan saya berjalan sambil memandangi aneka bentuk bendera yang dipajang di pinggir jalan oleh para pedagang. Sepintas terketuk dalam hati, bahwa saat ini sudah masuk bulan Agustus, yaitu, momentum Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 74.

Dengan berkibarnya sang merah putih, terbayang betapa besarnya perjuangan para pahlawan yang telah gigih melawan penjajah. Bahkan sampai ada yang gugur di medan pertempuran demi kemerdekaan rakyat Indonesia. Bayangkan selama tiga abad lamanya, mereka berjuang mempertaruhkan nyawa. Sungguh sangat berdosa bila para generasinya tidak bisa melestarikan kemerdekaan ini.

Setelah lama saya terbawa renungan membayangkan gigihnya pejuang kemerdekaan tempo dulu, yang hanya saya saksikan di film-film tentang peperangan kemerdekaan. Kalau tidak salah saya pernah nonton aktornya Roy Martin. Pada waktu itu di TVRI yang masih belum berwarna seperti sekarang.

Kemudian saya menghampiri salah satu pedagang, Fauzan (50) warga Kota Garut, yang tengah antusias memajang bendera untuk menarik perhatian pembeli.

Saya berusaha mewawancarai, dan ternyata dia sangat familiar, dan bersedia untuk diliput. Dia pun menjelaskan, bahwa jauh-jauh datang dari kota Garut ke Sumenep, untuk mendapatkan berkah dari momentum kemerdekaan, atau lumrah dikenal Agustusan. Dengan menjual aneka macam bendera. Bahkan kata dia bukan kali ini saja menjual bendera di Sumenep, tetapi sudah rutin setiap tahunnya. Dia bersama teman dan sanak familinya sekitar 30 orang yang berjualan di sekitar kota Sumenep.
Jadi, walaupun jauh dari Kota Garut, tetapi, karena dukungan semangat 45 seperti berkibarnya bendera merah putih yang ia jual. Dia bersyukur setiap harinya mampu memperoleh omset Rp 500 ribu lebih perharinya. " Alhamdulillah mas, banyak yang membeli berkat bulan agustusan katanya," seraya tersenyum bahagia.

Sedangkan harganya bervariasi, mulai dari Rp 5rb rupiah hingga Rp 200 ribu rupiah per potong bendera sesuai besar-kecilnya,"Insaallah saya berjualan disini hingga tanggal 16 agustus ini," ucapnya.

Jadi, belajar dari Fauzan ini, intinya melakukan sesuatu apapun harus didorong rasa semangat juang yang tinggi seperti yang dicontohkan para pejuang 45. Sebab kalau tidak semangat dan tidak yakin pada dirinya sendiri maka harapan untuk berhasil dan sukses kemungkinannya sangat kecil.

Semestinya, momentum Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 74 ini, sejumlah beragam peristiwa, sejarah dan cerita yang dapat dipetik sebagai bahan renungan dan motivasi kedepan untuk menjadi generasi yang lebih maju dan tangguh.

Karena diakui bersama, para pemimpin bangsa ini, mulai dari Presiden pertama yaitu, Presiden Dr. Ir. H. Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Megawati Soekarnoputri, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Susilo Bambang Yudhoyono dan Jokowi Dodo. Sudah pasti memiliki semangat yang tinggi dan percaya pada dirinya sendiri. Karena masing-masing mereka merupakan putra dan putri terbaik bangsa ini.Terlepas masa siapa yang paling baik, tetapi, yang pasti terdapat kelebihan dan kelemahan dari masing-masing kepemimpinan mereka. Namun, saya tetap meyakini para Presiden RI itu, merupakan generasi pejuang, di mana jiwa dan raganya sepenuhnya untuk negeri tercinta ini.
Justru, yang perlu dipertanyakan para generasi saat ini. Sudah sejauh mana kontribusinya dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan seperti yang diharapakan oleh para pendiri bangsa ini. Seharusnya generasi saat ini, lebih semangat lagi melestarikan kemerdekaan dengan torehan prestasi yang membanggakan yang akan terus membawa nama harum negeri ini di mata international.

Bukan sebaliknya, menodai negeri ini dengan perbuatan yang tidak beretika. Seperti, terlibat narkoba, melakukan tindakan kriminal, korupsi dan praktek asusila, seperti yang terjadi baru-baru ini di wilayah hukum paling ujung timur Pulau Madura ini. Sungguh, memprihatinkan melihat prilaku generasi masa depan tidak dapat meneladani para pejuang kemerdekaan yang sudah bersusah payah, bahkan berdarah-darah demi mejudkan kemerdekaan dari tangan penjajah. Alangkah berdosanya kita selaku generasi yang sangat diharapkan memajukan negeri ini malah menodai dengan prilaku yang menjijikkan. Tsumma naudubillah..Salam Merdeka!

Penulis, adalah pecinta kopi hitam tinggal di Bluto Sumenep.