Thursday, August 1, 2019

Belajar Memaknai Kemerdekaan dari Seorang Penjual Bendera

Fauzan, penjual bendera asal Kota Garut

SUMENEP:Siang itu, di bawah teriknya sinar Matahari, saya menyusuri jalanan trotoar di sekitar Kota Sumenep. Di sepanjang perjalanan, tepatnya di Jalan Trunojoyo, Saya melihat aneka ragam bendera merah putih berlambai-lambai, seraya menyapa sambil diterpa angin sejuk di tengah panasnya sinar Matahari.

Perlahan-lahan saya berjalan sambil memandangi aneka bentuk bendera yang dipajang di pinggir jalan oleh para pedagang. Sepintas terketuk dalam hati, bahwa saat ini sudah masuk bulan Agustus, yaitu, momentum Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 74.

Dengan berkibarnya sang merah putih, terbayang betapa besarnya perjuangan para pahlawan yang telah gigih melawan penjajah. Bahkan sampai ada yang gugur di medan pertempuran demi kemerdekaan rakyat Indonesia. Bayangkan selama tiga abad lamanya, mereka berjuang mempertaruhkan nyawa. Sungguh sangat berdosa bila para generasinya tidak bisa melestarikan kemerdekaan ini.

Setelah lama saya terbawa renungan membayangkan gigihnya pejuang kemerdekaan tempo dulu, yang hanya saya saksikan di film-film tentang peperangan kemerdekaan. Kalau tidak salah saya pernah nonton aktornya Roy Martin. Pada waktu itu di TVRI yang masih belum berwarna seperti sekarang.

Kemudian saya menghampiri salah satu pedagang, Fauzan (50) warga Kota Garut, yang tengah antusias memajang bendera untuk menarik perhatian pembeli.

Saya berusaha mewawancarai, dan ternyata dia sangat familiar, dan bersedia untuk diliput. Dia pun menjelaskan, bahwa jauh-jauh datang dari kota Garut ke Sumenep, untuk mendapatkan berkah dari momentum kemerdekaan, atau lumrah dikenal Agustusan. Dengan menjual aneka macam bendera. Bahkan kata dia bukan kali ini saja menjual bendera di Sumenep, tetapi sudah rutin setiap tahunnya. Dia bersama teman dan sanak familinya sekitar 30 orang yang berjualan di sekitar kota Sumenep.
Jadi, walaupun jauh dari Kota Garut, tetapi, karena dukungan semangat 45 seperti berkibarnya bendera merah putih yang ia jual. Dia bersyukur setiap harinya mampu memperoleh omset Rp 500 ribu lebih perharinya. " Alhamdulillah mas, banyak yang membeli berkat bulan agustusan katanya," seraya tersenyum bahagia.

Sedangkan harganya bervariasi, mulai dari Rp 5rb rupiah hingga Rp 200 ribu rupiah per potong bendera sesuai besar-kecilnya,"Insaallah saya berjualan disini hingga tanggal 16 agustus ini," ucapnya.

Jadi, belajar dari Fauzan ini, intinya melakukan sesuatu apapun harus didorong rasa semangat juang yang tinggi seperti yang dicontohkan para pejuang 45. Sebab kalau tidak semangat dan tidak yakin pada dirinya sendiri maka harapan untuk berhasil dan sukses kemungkinannya sangat kecil.

Semestinya, momentum Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 74 ini, sejumlah beragam peristiwa, sejarah dan cerita yang dapat dipetik sebagai bahan renungan dan motivasi kedepan untuk menjadi generasi yang lebih maju dan tangguh.

Karena diakui bersama, para pemimpin bangsa ini, mulai dari Presiden pertama yaitu, Presiden Dr. Ir. H. Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Megawati Soekarnoputri, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Susilo Bambang Yudhoyono dan Jokowi Dodo. Sudah pasti memiliki semangat yang tinggi dan percaya pada dirinya sendiri. Karena masing-masing mereka merupakan putra dan putri terbaik bangsa ini.Terlepas masa siapa yang paling baik, tetapi, yang pasti terdapat kelebihan dan kelemahan dari masing-masing kepemimpinan mereka. Namun, saya tetap meyakini para Presiden RI itu, merupakan generasi pejuang, di mana jiwa dan raganya sepenuhnya untuk negeri tercinta ini.
Justru, yang perlu dipertanyakan para generasi saat ini. Sudah sejauh mana kontribusinya dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan seperti yang diharapakan oleh para pendiri bangsa ini. Seharusnya generasi saat ini, lebih semangat lagi melestarikan kemerdekaan dengan torehan prestasi yang membanggakan yang akan terus membawa nama harum negeri ini di mata international.

Bukan sebaliknya, menodai negeri ini dengan perbuatan yang tidak beretika. Seperti, terlibat narkoba, melakukan tindakan kriminal, korupsi dan praktek asusila, seperti yang terjadi baru-baru ini di wilayah hukum paling ujung timur Pulau Madura ini. Sungguh, memprihatinkan melihat prilaku generasi masa depan tidak dapat meneladani para pejuang kemerdekaan yang sudah bersusah payah, bahkan berdarah-darah demi mejudkan kemerdekaan dari tangan penjajah. Alangkah berdosanya kita selaku generasi yang sangat diharapkan memajukan negeri ini malah menodai dengan prilaku yang menjijikkan. Tsumma naudubillah..Salam Merdeka!

Penulis, adalah pecinta kopi hitam tinggal di Bluto Sumenep.

No comments:

Post a Comment