Friday, August 2, 2019

Ketika Harga "Daun Emas" Belum Merdeka!

     Petani merajang daun tembakau

Saat ini daun tembakau atau yang dikenal "Daun emas" sebagian mulai masuk panen dan dirajang. Petani mulai dihantui rasa ketar-ketir, sebab mereka khawatir harga tembakau tidak sesuai harapan. Mengingat biaya operasional selama kurang lebih tiga bulan lamanya sangat mahal. Mulai dari mengolah lahan, pembibitan, pupuk, pengairan dan ongkos pekerja hingga biaya panen.

Bahkan di Desa Saya, saat ini mulai ada sebagian yang sudah memanen dan merajangnya. Tembakau yang dirajang itu, masih daun bawahnya, biasanya ada dua atau tiga lembar daun yang dipetik, diambil duluan. Daripada menjadi 'krusuk' oleh petani dirajang duluan. Saat ini untuk harga daun bawah dipatok sekitar Rp 40 ribu hingga Rp 45 ribu rupiah.

Meski, gudang belum membuka pembelian, tetapi di tingkat petani para bandul sudah berspekulasi membeli tembakau. Hal itu sudah biasa terjadi setiapa musim panen tembakau.

Perlu diketahui, untuk di daerah saya, yang rata-rata tembakau jenisnya tegal gunung, karena daerahnya berada di dataran tinggi. Cara panennya hingga tiga kali tahapan. Tahapan pertama merajang daun bawah, tahapan selanjutnya merajang daun tengah, dan pemungkasnya merajang daun atas. Dan selama tiga kali tahapan itu, membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Sedangkan harganya juga berbeda, daun bawah paling murah, daun tengah lebih mahal lagi dan yang paling primadona, yaitu daun atas. Dan biasanya kalau daun atas menjadi sampel oleh pihak gudang maupun pabrikan.

Nah, dari sekian proses panjang daun emas itu, petani sangat berharap harga tembakau tahun ini tidak mengecewakan. Mengingat petani sejauh ini belum "merdeka" untuk menghargai tembakaunya sendiri. Karena masih tergantung pihak gudang maupun pabrikan.

Tetapi, menurut petani kalau harga tembakau tahun ini tidak tembus di harga Rp 100 ribu perkilo, maka petani masih menelan kerugian, karena kelau di bawah harga tidak sebanding dengan biaya selama tiga bulan lamanya.

Bayangkan, untuk biaya air sebagai pengairanya, masih harus membeli. Per tangki sekitar Rp 125 ribu rupiah. Biasanya petani sampai 4 hingga 5 kali membeli air ke pemilik jasa mobil tangki tersebut.

Lalu, kepada siapakah kira-kira petani akan berkeluh kesah mengenai harga tembakau. Berhubung pemerintah sejauh ini belum begitu "Memihak" kepada petani tembakau. Terbukti belum ada regulasi yang spesifik terkait pertanian tembakau.

Semoga seiring berjalannya waktu, petani tembakau pada akhirnya, akan menemukan solusi sendiri tanpa harus tergantung pada siapapun. Sesuai namanya "Daun emas" akan selalu menjadi tanaman primadona, yang akan selalu dicari sehingga pada akhirnya petani akan merdeka bisa menghargai sendiri. Sehingga terbalik, nantinya justru pihak gudang dan pabrikan yang akan mengemis-ngemis untuk membeli tembakau milik petani. Semoga!.

Penulis, pecinta kopi hitam, tinggal di bluto Sumenep.

No comments:

Post a Comment