Friday, July 19, 2019

Aku Benci Kata "Sengketa"




Entah, apakah semua orang punya pemikiran yang sama, merasa muak, benci, males dan jenuh bila mendengar kata-kata "Sengketa"?. Atau tidak merasa benci karena kadung terbiasa, bahkan over keseringan melihat langsung peristiwa "Sengketa".
Sulit bisa menebak seseorang suka, tidak-nya pada kata-kata "Sengketa". Karena bisa saja orang yang merasa benci kata-kata itu, karena belum pernah mengalami sendiri. Coba kalau misalkan kebetulan punya masalah yang menimpa dirinya atau keluarganya. Apakah masih tetap benci atau justru sebaliknya. Seperti menganalogikan kata "Sabar" mudah diucapkan tapi susah diaplikasikan.

Tetapi, sejauh pengamatan penulis, istilah "Sengketa" itu selalu bersinggungan dengan hal-hal yang negatif. Dan rata-rata persoalan sengketa itu dilatari perebutan materi. Atau kalau disederhanakan lagi sebuah hiruk-pikuk perebutan dunia. Makanya tidak salah dalam Agama Islam disebutkan bahwa "Harta itu hiasan dunia". Kerena menjadi hiasan, maka seringkali diperebutkan. Bahkan sesama saudaranya pun seringkali harus bermusuhan lantaran rebutan dunia.
Yang lebih menyakitkan lagi, bila Istilah "Sengketa" itu diperaktekkan di lembaga pendidikan dan tempat-tempat yang disakralkan. Sebab seringkali dijumpai sebuah Sekolah disegel gara-gara ahli waris pemilik lahan sekolah itu tidak diberikan peran. Sehingga mereka membabibuta, tidak perduli anak didik yang menjadi korban keserakahannya itu. Baru setelah diberi ganti rugi merasa tersenyum seolah tanpa merasa berdosa.

Bahkan baru-baru ini, peristiwa sengketa salah satu tempat wisata religi di Sumenep, sangat melukai banyak orang. Karena tempat itu sejauh ini masih disakralkan, terbukti setiap hari banyak orang yang berkunjung yang datang dari luar daerah.

Penulis berkeyakinan, para leluhur yang ada di tempat itu, termasuk orang-orang pilihan yang sampai sekarang terus dikenang dan didoakan setiap saat. Bahkan, meski sudah tiada, tetapi masih bisa memberikan manfaat pada yang masih hidup, termasuk bagi masyarakat sekitar mampu meningkat perekonomiannya dari banyaknya pengunjung yang datang setiap harinya.

Oleh hanya itu, dengan terus bergulirnya persoalan sengketa itu, maka yang akan dirugikan juga yaitu Kabupaten Sumenep itu sendiri. Karena tempat itu merupakan salah satu ikon Sumenep yang sangat dikenal oleh masyarakat luar. Semestinya tempat itu terus dikembangkan, bukan malah dibiarkan membias yang bisa menciderai peninggalan leluhur Kabupaten Sumenep yang sangat dihormati. Penulis berharap Pemerintah setempat harus tegas dalam menjaga dan memelihara aset-aset bersejarah di kabupaten paling ujung timur pulau Madura ini...Semoga!

Penulis, pecinta kopi hitam, tinggal di bluto sumenep, 19 juli 2019.

No comments:

Post a Comment