Lebaran Idul
Adha yang tidak lama lagi, menjadi momentum penting untuk merajut kembali
persatuan dan kesatuan bangsa yang mulai rapuh. Karena dalam lebaran ini, ada
tradisi “silaturrahim”, yakni tradisi Saling memaafkan antar sesama, khususnya
bagi ummat muslim. Dengan tradisi ini, menjadi solusi yang sangat tepat untuk meminimalisir
perpecahan dan permusuhan. Baik dalam pertemanan, keluarga, antar golongan
maupun antar kelompok. Karena di momentum lebaran semua ummat muslim tengah
larut dalam kemenangan, kebahagiaan serta semua persoalan yang sempat membebani
baik dalam pemikiran, perasaan serta hawa nafsu, mayoritas sepakat meletakkan
jauh-jauh demi menghormati hari besar Agama Islam tersebut.
Tidak hanya
ummat muslim, momentum lebaran ini, juga didukung sepenuhnya oleh warga non
muslim, dengan cara menghormati, tidak menciptakan kegaduhan apalagi mengganggu
jalannya perayaan lebaran. Pun juga demikian, ummat muslim menghormati setiap
warga non muslim yang merayakan hari besar agamanya, dijaga kondusifitasnya
tidak saling mengganggu melainkan menghormati sesama warga Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).
Oleh karena itu,
semua ummat muslim dari berbagai jenis,
profesi maupun jabatan yang melekat pada dirinya perlu terus menjaga dan
melestarikan nilai-nilai kebersamaan, persatuan dan kesatuan dengan
memanfaatkan momentum lebaran sebagai ajang
merajut kembali persaudaraan dengan tradisi “silaturrahim”. Di momentum
ini, kesempatan untuk membuang jauh-jauh rasa gengsi, angkuh, dan kesombongan
dengan cara yang sangat sederhana, yaitu bersalam-salaman dengan ucapan saling
maaf memaafkan. Dengan seperti itu, maka pikiran negatif akan tersingkir dengan
sendirinya, tersisih oleh pikiran positif
kedewasaan yang timbul secara
tiba-tiba akibat pengaruh momentum lebaran.
Sangat penting
kiranya, bagi para elit maupun politisi, utamanya yang masih dilanda rasa
kecewa maupun sakit hati pasca Pemilu, Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilu
Presiden (Pilpres) untuk memanfaatkan momentum lebaran Idul Adha yang tidak
lama lagi. Untuk dijadikan ajang saling memaafkan, dengan cara bersilaturrahim mendatangi
ke kediamannya masing-masing guna merajut kembali persaudaraan yang sempat
rapuh.
Pemandangan
seperti ini, sudah tidak asing lagi di negeri ini. Utamanya bagi tokoh-tokoh
penting, bahkan penguasa sekalipun
secara tidak langsung secara politis banyak diuntungkan dari momentum hari
lebaran tersebut. Justru bagi hemat penulis, terasa aneh bila penguasa di Negeri
ini tidak menjadikan momentum lebaran ini sebagai ajang mempersatukan ummat
sebagai Negara yang majemuk. Penguasa dituntut harus peka terhadap kondisi riil
bangsa ini yang beraneka ragam, apalagi negeri ini didominasi oleh ummat
muslim.
Apalagi di
lebaran Idul Adha ini, terdapat anjuran berkurban bagi ummat muslim yang secara
ekonomis berkecukupan. Dengan berkurban ini, Semakin menambah hasanah kehidupan
social. Intraksi terus terpupuk sehingga keutuhan persatuan dan persaudaraan
terus terpelihara. Berkurban tidak hanya sebatas dimaknai membagikan daging
kurban, tetapi dibalik itu terdapat nilai sosial yang tinggi. Yaitu mampu merajut persaudaraan dan tali silaturrahim antar sesama, baik masyarakat
biasa, penguasa dan pengusaha.
Oleh karena itu,
penulis berkesimpulan, bahwa momentum lebaran ini, sejatinya mempersatukan
ummat dari semua lintas profesi maupun golongan. Semuanya sama sebagai
masyarakat yang berjiwa luhur, berbudi pekerti, menghormati perbedaan dan
menghargai sesamanya. Sehingga dengan momentum lebaran ini persatuan dan
kesetuan bangsa di Republik ini akan semakin kokoh dan semakin disegani oleh
Negara asing yang tidak memiliki tradisi “silaturrahim” yang menjadi cirikhas Masyarakat
Nusantara ini.
Penulis penikmat kopi hitam,
tinggal di Bluto Sumenep.
No comments:
Post a Comment