Monday, July 8, 2019

"Nguping" Perbincangan Figur Perempuan di Warung Kopi

"Nguping" Perbincangan Figur Perempuan di Warung Kopi

Sore itu saya tanpa terasa, menyimak perbincangan sekelompok orang di salah satu Warung kopi di sekitar Kota Sumenep.

Saat itu saya hendak mau pulang ke Rumah, namun saat melintas di salah satu Warung itu, saya kepingin sekali menikmati kopi hangat. Lalu tanpa berfikir panjang saya memutuskan ngopi sejenak.
Kemudian saya memesan kopi hitam sambil duduk santai di samping sekelompok orang yang tengah asik berbincang-bincang sambil sesekali terlontar canda tawa dari mereka.

Saya pun tidak menghiraukannya, fokus minum secangkir kopi hangat yang baru dipesan. Sepintas saya mendengar pembicaraan mereka seputar hasil Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres) 17 april 2019. Mereka layaknya pengamat menyikapi hasil pemilu yang sempat menyita perhatian publik.

Perbincangan terus mengalir, tanpa terasa saya pun larut, terjebak untuk menyimak isi dari yang diperbincangkan. Perlahan-lahan saya malah tambah penasaran untuk berlama-lama di warung itu. Apalagi pembicaraan mereka semakin mengerucut seputar Pilbup Sumenep 2020 mendatang.

Menariknya, dalam perjalanan diskusinya mereka menyinggung figur-figur perempuan untuk memimpin Kabupaten paling ujung timur Pulau Madura ini. Bahkan sejumlah nama yang tidak asing di telinga yang mereka sebut-sebut. Dimana belakangan, nama figur itu isunya akan ikut mewarnai kontestasi untuk merebut orang nomer satu di Sumenep.

Sebagian mereka sempat mengaku penasaran akan sosok pemimpin perempuan, akankah mampu memimpin Sumenep kedepan?. Sebagian juga pesimis karena dalam perjalanannya Sumenep belum pernah di pimpin seorang Kepala Daerah (Bupati dan Wakil Bupati) perempuan.

Karena menurut mereka, Madura pada umumnya dan Sumenep pada khususnya, masih kental dengan budaya "Patriarki" dimana laki-laki masih dominan dan manempatkan posisi perempuan sebagai manusia nomer dua. Bahkan stigma perempuan yang ranahnya hanya di "Sumor, dapur dan kasur" sejauh ini masih saja dirasakan utamanya di daerah pedesaan. Meskipun seiring perjalanan waktu stigma itu mulai luntur dengan sendirinya. Semenjak mulai terjadinya pemerataan pendidikan baik di pedesaan maupun perkotaan.

Itu artinya, bila berkaca pada masih kentalnya budaya "Patriarki" di kalangan masyarakat Madura, maka masih dirasa sangat sulit meloloskan sosok perempuan menjadi seorang pemimpin, apalagi sekelas Kepala Daerah (Bupati dan Wakil Bupati).

Sementara bagi yang optimis, memandang bahwa jaman sekarang ini, sudah bukan waktunya memperdebatkan antara sosok laki-laki dan perempuan. Tetapi sejauhmana kiprah dan kemampuannya dalam memimpin sebuah bangsa. Terbukti Gubernur Jatim dan Wali Kota Surabaya seorang perempuan, apalagi cuma Kabupaten Sumenep, bukan sebuah kemustahilan seorang perempuan nantinya yang malah akan membawa perubahan dan terobosan baru menuju Sumenep lebih maju.

Setelah sekian lama, menyimak perbincangan mereka mengenai sosok figur perempuan untuk Sumenep 2020. Penulis perlahan-lahan beranjak meninggalkan Warung kopi. Seraya di sepanjang perjalanan hingga tiba di rumah, pikiran berkecamuk dihantui berbagai pandangan, mengenai sosok figur perempuan untuk memimpin Sumenep kedepan seperti yang mereka diskusikan di Warung kopi itu.

Dan akhirnya penulis berkeyakinan, Masyarakat Sumenep, pasti akan berfikir yang matang dan maksimal, untuk melahirkan pemimpin yang layak menjadi "Rato Soengenep". Kota dengan latar belakang kerajaan dan memiliki sejarah yang panjang tidak akan mungkin dibiarkan jatuh ke tangan orang-orang yang tidak memiliki ruh dan jiwa Sumenep. Jadi siapa pun nantinya yang akan memimpin Sumenep 2020-2024, sudah pasti orang yang terbaik selaku putra daerah yang berlatar belakang kerajaan ternama di nusantara ini. Wallaua'lam Bissowe.

Sekelumit celoteh Pecinta Kopi Hitam, bluto 06 juli.2019.




No comments:

Post a Comment