Sunday, July 28, 2019

Menengok Kelemahan Pemimpin Generasi Milenial



(Sebuah Analisis Pakar Kepemimpinan, Andrew Senduk)

Istilah "Milenial" belakangan mulai tren diperbincangkan. Apalagi semakin mendekati momentum "Pilkada" mulai marak bermunculan calon-calon pemimpin generasi milenial yang akan diorbitkan. Hal ini dampak pengaruh Pilpres kemarin, istilah milenial sangat populer, mencuat ke permukaan. Bahkan viral di media sosial. kaum "Emmak-emmak' mengelukan sosok Sandiaga Uno menjadi calon pemimpin milenial masa depan yang dinilai mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Walaupun pada akhirnya harus menelan pil pahit, karena keinginan itu harus pupus, tidak sejalan dengan kenyataannya.

Tetapi, bagi sejumlah pakar kepemimpinan memiliki pandangan berbeda tentang potensi kepemimpinan para milenial, salah satunya, Andrew Senduk, Pakar Kepemimpinan serta start-up. Asal Belanda yang pindah ke Indonesia sejak 2013 lalu, ia telah aktif di dunia start-up lokal. Dalam 5 tahun perjalanannya, akhirnya ia memutuskan menulis buku untuk membahas isu seputar milenial.

Ketika ditanya mengenai apa isu yang dihadapi milenial sebagai pemimpin, Andrew menyebut ada dua permasalahan utama, salah satu tantangan dari generasi ini adalah jangka perhatian yang pendek short attention span, (Liputan6.com,  Selasa16/10/2018).

Jangka perhatian pendek yang dimaksud Andrew adalah para milenial lebih menyukai hasil yang instan. Misalkan tidak ada hasil yang jelas dalam 24 jam, maka mereka mulai mengeluh, atau cemas, atau tidak sabaran.

Selanjutnya, Andrew menyinggung kehidupan di era media sosial. Menurut dia, para pemuda terancam kehilangan jati dirinya karena terdistraksi bermacam hal di dunia maya. Bahkan bisa melihat hidup orang lain secara online, lalu dibanding-bandingkan sama teman-teman yang sudah lebih jauh dalam karier atau profesi.

Melihat generasi milenial yang penuh potensi, tetapi tetap butuh panduan, ia pun akan menerbitkan buku berjudul Ignite Millennial Leadership yang terbit di tiga negara, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

Namun, dia juga percaya bahwa generasi milenial adalah pemimpin masa depan negara ini. Tetapi butuh bimbingan, atau keterlibatan orang lain yang lebih bijak dan dewasa dalam hal pemikiran.

Ia menyebutkan, bahwa populasi milenial di Indonesia sejauh ini masih dipandang sebagai konsumen, baik itu oleh dunia korporasi atau potensi pemilih bagi para politikus. Mereka pun melakukan berbagai cara untuk menarik perhatian milenial. Padahal, milenial harusnya tidak sebatas dilihat sebagai konsumen. Harus ada rencana jangka panjang bagi milenial yang merupakan calon pemimpin di masa yang akan datang.

Jadi, bagi hemat penulis, bahwa Pemimpin Milenial bukan sebuah jaminan membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Atau malah sebaliknya menjadi penghambat lajunya roda pemerintahan itu sendiri.

Sebab menjadi seorang pemimpin itu tidak segampang membalikkan telapak tangan, harus komplek, termasuk kematangan dalam berfikir dalam menahkodai sebuah pemerintahan yang penuh warna-warni.

Wallahu'alam Bissoweb..

Penulis, pecinta kopi hitam, tinggal di Bluto, 28/7/2019.

No comments:

Post a Comment